Anda sudah melakukan segalanya. Posting konten setiap hari, menjalankan iklan jutaan rupiah, meluncurkan fitur produk terbaru. Tapi hasilnya? Sepi. Angka penjualan stagnan, target tidak tercapai, dan Anda mulai bertanya-tanya, “Apa yang salah?”
Jawabannya mungkin lebih sederhana dan lebih menyakitkan dari yang Anda kira: Anda mungkin sedang berteriak ke dalam ruang hampa.
Inilah kebenaran pahitnya: Sebagian besar kegagalan digital marketing tidak terjadi karena iklan yang jelek atau desain yang buruk. Kegagalan terjadi karena adanya jurang pemisah antara apa yang Anda sediakan (Supply) dengan apa yang pasar inginkan (Demand).
Marketing yang berfokus pada supply adalah marketing yang berpusat pada diri sendiri. Ini adalah aktivitas-aktivitas yang kita lakukan karena kita merasa itu penting:
Kita sibuk MENYUPLAI informasi, penawaran, dan konten. Masalahnya, apakah ada yang memintanya?
Marketing yang berhasil adalah yang berfokus pada demand. Ia tidak mencoba menciptakan keinginan dari nol, tapi hadir untuk memenuhi kebutuhan yang sudah ada. Marketing ini terobsesi dengan pertanyaan:
Fokusnya adalah memahami PERMINTAAN pasar, baru kemudian menciptakan solusi dan konten sebagai jawabannya.
Bayangkan Anda membuka toko yang menjual jas wol paling mewah dan berkualitas tinggi… di tengah pantai Kuta yang terik. Produk Anda (supply) mungkin luar biasa, tapi tidak ada satu pun permintaan (demand) untuk itu di lokasi tersebut. Anda bisa memasang diskon besar-besaran, menyewa SPG terbaik, atau memasang spanduk raksasa; toko Anda akan tetap sepi.
Itulah yang terjadi pada banyak kampanye digital marketing. Mereka “menjual jas di pantai”—produk atau konten hebat yang ditawarkan pada audiens yang tidak membutuhkannya saat itu.
Kesimpulan
Berhentilah berteriak ke dalam ruang hampa. Mulailah menjawab pertanyaan yang sudah ada di benak pasar. Karena pada akhirnya, digital marketing yang berhasil bukanlah yang paling berisik ‘menyuplai’, tapi yang paling relevan dalam memenuhi ‘permintaan’.